Jika hidup ini seumpama rel kereta api dalam eksperimen
relativitas Einstein, maka pengalaman demi pengalaman yang menggempur
kita dari waktu ke waktu adalah cahaya yang melesat-lesat di dalam
gerbong di atas rel itu. Relativitasnya berupa seberapa banyak kita
dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang melesat-lesat itu.
Analogi eksperimen itu tak lain, karena kecepatan cahaya bersifat sama
dan absolut, dan waktu relatif tergantung kecepatan gerbong -ini
pendapat Einstein- maka pengalaman yang sama dapat menimpa siapa saja,
namun sejauh mana, dan secepat apa pengalaman yang sama tadi memberi
pelajaran pada seseorang, hasilnya akan berbeda, relatif satu sama
lain.”
Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit
kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains.
Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami
labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba
kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain
seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap,
mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang
mengejutkan.”
Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan
orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca
bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin
melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut
dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan
penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!”
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikian, petikan dari novel terbaru Andrea Hirata yang
berjudul Edensor, buku ketiga dari rangkaian empat novel yang dinamakan
Tetralogi Laskar Pelangi (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan
Maryamah Karpov).
Berbeda dengan setting cerita Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi,
Edensor mengambil setting di luar negeri saat tokoh-tokoh utamanya, Ikal
dan Arai mendapat beasiswa untuk sekolah di Inggris dan Perancis. Dalam
novel Edensor, Andrea semakin mapan dengan ciri khasnya, mengelola
kisah ironi menjadi parodi dan menertawakan kesedihan dengan berbalut
pandangan-pandangan yang penuh intelejensia tentang culture shock ketika
kedua tokoh utama tersebut (yang berasal dari pedalaman Melayu di Pulau
Belitong) tiba-tiba berada di Paris. Seperti novel-novel Andrea
sebelumnya Edensor memiliki kekuatan filosofis yang menebarkan semangat
dan inspirasi bagi pembacanya.
Novel-novel Andrea ditulis dengan gaya realis dan berhasil
mencuri perhatian masyarakat secara luas melalui kekuatan cerita,
pesan-pesan moral, dan metafora yang memikat. Laskar Pelangi dan Sang
Pemimpi tercatat sebagai novel-novel best seller saat ini, bahkan novel
Laskar Pelangi merupakan novel Indonesia pertama yang mampu mencapai
best seller di luar negeri dan akan segera pula difilmkan.
Silahkan download Disini